KASUS PADA PT FREEPORT INDONESIA
NAMA KELOMPOK : AMELIA NUR FITRI (
20210605 )
DIAN JUNAIDI ( 21210963 )
ERMA YENI ( 22210408 )
HAFIDZ PAMUNGKAS ( 23210087 )
NINA EKASARI ( 24210993 )
ZACHRA MEISELA ( 28210810 )
KELAS :
4 EB 19
MATA KULIAH :
ETIKA PROFESI AKUNTANSI #
A. A. PROFIL
PERUSAHAAN
PT Freeport Indonesia merupakan sebuah
perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold
Inc.. PT Freeport Indonesia menambang,
memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga,
emas, dan perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia.
Freeport Indonesia memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan
perak ke seluruh penjuru dunia.
B.
KRONOLOGI KASUS
PT
Freeport Indonesia, adalah potret nyata sektor pertambangan
Indonesia. Keuntungan ekonomi yang dibayangkan tidak seperti yang
dijanjikan, sebaliknya kondisi lingkungan dan masyarakat di sekitar lokasi
pertambangan terus memburuk dan menuai protes akibat berbagai pelanggaran hukum
dan HAM (salah satu berita dapat diakses dari situs news.bbc.co.uk),
dampak lingkungan serta pemiskinan rakyat sekitar tambang. WALHI
sempat berupaya membuat laporan untuk mendapatkan gambaran terkini mengenai
dampak operasi dan kerusakan lingkungan di sekitar lokasi pertambangan PT
Freeport Indonesia. Hingga saat ini sulit sekali bagi masyarakat untuk
mendapatkan informasi yang jelas dan menyeluruh mengenai dampak kegiatan
pertambangan skala besar di Indonesia. Ketidak jelasan informasi tersebut
akhirnya berbuah kepada konflik, yang sering berujung pada kekerasan, pelanggaran
HAM dan korbannya kebanyakan adalah masyarakat sekitar tambang. Negara gagal
memberikan perlindungan dan menjamin hak atas lingkungan yang baik bagi
masyarakat, namun dilain pihak memberikan dukungan penuh kepada PT Freeport
Indonesia, yang dibuktikan dengan pengerahan personil militer dan pembiaran
kerusakan lingkungan.
Dampak
lingkungan operasi pertambangan skala besar secara kasat mata pun sering
membuat awam tercengang dan bertanya-tanya, apakah hukum berlaku bagi pencemar
yang diklaim menyumbang pendapatan Negara? Matinya Sungai Aijkwa, Aghawagon dan
Otomona, tumpukan batuan limbah tambang dan tailing yang jika ditotal mencapai
840.000 ton dan matinya ekosistem di sekitar lokasi pertambangan merupakan
fakta kerusakan dan kematian lingkungan yang nilainya tidak akan dapat
tergantikan. Kerusakan lingkungan yang terjadi di sekitar lokasi PT Freeport
Indonesia juga mencerminkan kondisi pembiaran pelanggaran hukum atas nama
kepentingan ekonomi dan desakan politis yang menggambarkan digdayanya kuasa
korporasi.
Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI –
Indonesian Forum for Environment) adalah forum organisasi lingkungan hidup
non-pemerintah terbesar di Indonesia dengan perwakilan di 26 propinsi dan lebih
dari 430 organisasi anggota. WALHI bekerja membangun transformasi sosial,
kedaulatan rakyat, dan keberlanjutan kehidupan.
Laporan WALHI Tentang
Dampak pencemaran Lingkungan Hidup Operasi Freeport-Rio Tinto di Papua
Laporan yang berjudul Dampak
Lingkungan Hidup Operasi Pertambangan Tembaga dan Emas Freeport-Rio Tinto di
Papua adalah laporan yang menyajikan gambaran tentang keberadaan Freeport yang
independen mengenai dampak lingkungan akibat tambang Freeport, sebuah usaha
bersama Freeport McMoRan dan Rio Tinto, yang meski merupakan salah satu tambang
terbesar di dunia, beroperasi di bawah selimut rahasia di daerah terpencil
Papua.
Laporan ini memaparkan kerusakan
lingkungan berat dan pelanggaran hukum, berdasar sejumlah laporan pemantauan oleh
pemerintah dan perusahaan yang tidak diterbitkan, termasuk Pengukuran Risiko
Lingkungan (Environmental Risk Assessment, ERA) yang dipesan Freeport-Rio Tinto
dan disajikan pada pemerintah Indonesia meski tak dipublikasikan untuk umum.
Dalam laporan, masalah-masalah berikut ini dibahas, dan ditutup dengan saran
untuk aksi.
Pelanggaran
hukum: Temuan kunci pada laporan ini adalah Freeport-Rio Tinto telah
gagal mematuhi permintaan pemerintah untuk memperbaiki praktik pengelolaan
limbah berbahaya terlepas rentang tahun yang panjang di mana sejumlah temuan
menunjukkan perusahaan telah melanggar peraturan lingkungan. Kementerian
Lingkungan Hidup tak kunjung menegakkan hukum karena Freeport-Rio Tinto
memiliki pengaruh politik dan keuangan yang kuat pada pemerintah. Begitu
kuatnya sampai-sampai proposal Freeport-Rio Tinto untuk mengelak dari standard
baku mutu air sepertinya sedang dipertimbangkan.
Pemerintah secara resmi menyatakan bahwa
Freeport-Rio Tinto:
- Telah lalai dalam pengelolaan limbah batuan, bertanggung jawab atas longsor berulang pada limbah batuan Danau Wanagon yang berujung pada kecelakaan fatal dan keluarnya limbah beracun yang tak terkendali (2000)
- Hendaknya membangun bendungan penampungan tailing yang sesuai standar teknis legal untuk bendungan, bukan yang sesuai dengan sistem sekarang yang menggunakan tanggul (levee) yang tidak cukup kuat (2001).
- Mengandalkan izin yang cacat hukum dari pegawai pemerintah setempat untuk menggunakan sistem sungai dataran tinggi untuk memindahkan tailing. Perusahaan diminta untuk membangun pipa tailing ke dataran rendah (2001, 2006).
- · Mencemari sistem sungai dan lingkungan muara sungai, dengan demikian melanggar standar baku mutu air (2004, 2006).
- · Membuang Air Asam Batuan (Acid Rock Drainage) tanpa memiliki surat izin limbah berbahaya, sampai pada tingkatan yang melanggar standar limbah cair industri, dan gagal membangun pos-pos pemantauan seperti yang telah diperintahkan (2006).
C.
PENCEMARAN
LINGKUNGAN
·
Tembaga
yang dihamburkan dan pencemaran: Freeport dengan
alasan mendapatkan biji tembaga mentah secepat mungkin, pengerukan dan
pembuangan dilakukan tanpa pengolahan yang bersifat penghamburan tembaga dan
pencemaran lingkungan. Lebih dari 3 miliar ton tailing dan lebih dari empat
miliar ton limbah batuan akan dihasilkan dari operasi PTFI sampai penutupan
pada tahun 2040. Secara keseluruhan, Freeport-Rio
Tinto menyia-nyiakan 53.000 ton tembaga per tahun, yang dibuang ke sungai
sebagai Air Asam Batuan (Acid Rock Drainage, ARD) dalam bentuk buangan
(leachate) dan tailing. Tingkat pencemaran logam berat semacam ini sejuta kali
lebih buruk dibanding yang bisa dicapai oleh standar praktik pencegahan
pencemaran industri tambang.
·
Air
Asam Batuan (Acid Rock Drainage): Hampir semua limbah
batuan dari tambang Grasberg sejak tahun 1980an sampai 2003 yang
berjumlah kira-kira 1.300 juta ton berpotensi membentuk asam. Limbah
batuan ini dibuang ke sejumlah tempat di sekitar Grasberg dan menghasilkan ARD
dengan tingkat keasaman tinggi mencapai rata-rata pH = 3. Kandungan tembaga
pada batuan rata-rata 4.500 gram per ton (g/t) dan eksperimen menunjukkan
bahwa sekitar 80% tembaga ini akan terbuang (leach) dalam beberapa tahun.
Bukti menunjukkan 10 pencemaran ARD dengan tingkat kandungan
tembaga sekitar 800 mg/L telah meresap ke air tanah di pegunungan tanah Papua
disekitar daerah operasi Freeport yang terbilang sangat luas.
·
Teknologi
yang tak layak: Erosi dari limbah batuan
mencemari perairan di gunung dan gundukan limbah batuan yang tidak stabil telah
menyebabkan sejumlah kecelakaan, satu fatal. Kestabilan gundukan limbah batuan
merupakan problema serius jangka panjang.Situs-situs penting bagi suku
Amungme telah hancur olehnya, seperti Danau Wanagon yang sudah lenyap terkubur
di bawah tempat pembuangan limbah batuan di Lembah Wanagon. Selain itu,
sejumlah danau merah muda, merah dan jingga telah hilang dan padang rumput
Carstenz saat ini didominasi oleh gundukan limbah batuan lainnya yang pada
akhirnya akan menjulang hingga ketinggian 270 meter, dan menutupi daerah seluas
1,35 km2.
·
Pembekapan
tanaman: Pengendapan tailing membekap kelompok
tanaman subur dengan menyumbat difusi oksigen ke zona akar tanaman, sehingga
tanaman mati. Proses ini telah terjadi pada sebagian bagian besar ADA,
meninggalkan tegakan mati pohon sagu dan pepohonan lain di daerah terkena
dampak. Ini juga jadi ancaman bagi populasi species terancam setempat yang
membutuhkan keragaman ekosistem hutan alam untuk bertahan hidup. Selain nilai
konservasinya, endapan tailing juga menghancurkan sungai dataran rendah yang
tinggi keragaman hayatinya, hutan hujan, dan lahan basah yang sangat vital bagi
suku Kamoro untuk berburu, mencari ikan dan berkebun.
·
Tingkat
racun tailing dan dampak terhadap perairan:
Sebagian besar kehidupan air tawar telah hancur akibat pencemaran dan perusakan
habitat sepanjang daerah aliran sungai yang dimasuki tailing. Total Padatan
Tersuspensi (TSS) dari tailing secara langsung berbahaya bagi insang dan
telur ikan, serta organisme pemangsa, organisme yang membutuhkan sinar matahari
(photosynthetic), dan organisme yang menyaring makanannya (filter feeding).Tembaga
menghambat kerja insang ikan.Uji tingkat racun (toxicity) dan potensi peresapan
biologis (bioavailability) di daerah terkena dampak operasi Freeport-Rio Tinto
menunjukkan bahwa sebagian besar tembaga larut dalam air sungai terserap oleh
mahluk hidup dan ditemukan pada tingkat beracun.
·
Logam
berat pada tanaman dan satwa liar: Dibandingkan
dengan tanah alami hutan, tailing Freeport mengandung tingkat racun logam
selenium (Se), timbal (Pb), arsenik (As), seng (Zn), mangan (Mn) dan tembaga
(Cu) yang secara signifikan lebih tinggi. Konsentrasi dari beberapa jenis
logam tersebut yang ditemukan dalam tailing melampaui acuan US EPA dan
pemerintah Australia dan juga ambang batas ilmiah phytotoxicity. Hal ini
menunjukkan kemungkinan timbulnya dampak racun pada pertumbuhan
tanaman.Pengujian dan pengambilan sampel lapangan menunjukkan bahwa
tanaman yang tubuh di tailing mengalami penumpukan logam berat pada jaringan
(tissue), menimbulkan bahaya pada mahluk hutan yang memakannya.Semua spesies
hewan di tanah Papua disekitar Freeport terkena dipastikan terkena racun yang
berasal dari logam.
· Perusakan habitat muara: Tailing sungai Freeport-Rio Tinto akan merusak hutan bakau seluas 21 sampai 63 km2 akibat sedimentasi. Kanal-kanal muara sudah tersumbat tailing dan dengan cepat menjadi sempit dan dangkal. Kekeruhan air muara pun telah jauh melampaui standar yang diterapkan di Australia, sehingga menghambat proses fotosintesa perairan.
·
Kontaminasi
pada rantai makanan di muara: Logam dari tailing
menyebabkan kontaminasi pada rantai makanan di Muara Ajkwa. Daerah yang
dimasuki tailing Freeport menunjukkan kandungan logam berbahaya yang secara
signifikan lebih tinggi dibanding dengan muara-muara terdekat yang tak terkena
dampak dan dijadikan acuan.Logam berbahaya tersebut adalah tembaga, arsenik,
mangan, timbal, perak dan seng.Satwa liar di daerah hutan bakau terpapar logam
berat karena mereka makan tanaman dan hewan tak bertulang belakang yang
menyerap logam berat dari endapan tailing, terutama tembaga.
·
Gangguan
ekologi: Freeport sempat menyatakan bahwa
“Muara di hilir daerah pengendapan tailing kami adalah ekosistem yang
berfungsi dan beraneka ragam dengan ikan dan udang yang melimpah.” Berbanding
terbalik dengan kenyataan bahwa bagian luar Muara Ajkwa, termasuk daerah pantai
Laut Arafura, mengalami penurunan jumlah hewan yang hidup dasar laut
(bottom-dwelling animals) sebesar 40% hingga 70%.
·
Dampak
pada Taman Nasional Lorenz: Taman Nasional Lorenz
yang terdaftar sebagai Warisan Dunia wilayahnya mengelilingi daerah konsesi
Freeport. Untuk melayani kepentingan tambang, luas taman nasional telah
dikurangi. Kawasan pinus pada situs Warisan Dunia ini terkena dampak air tanah
yang sudah tercemar buangan limbah batuan yang mengandung asam dan tembaga dari
tailing Freeport-Rio Tinto. Sementara, kawasan pesisir situs Warisan Dunia ini
juga terkena dampak pengendapan tailing.Sekitar 250 juta ton tailing dialirkan
melalui Muara Ajkwa dan masuk ke Laut Arafura.
·
Regenerasi
di Daerah Tumpukan Tailing: Tailing tambang pada
akhirnya akan meliputi 230 km2 daerah ADA, pada kedalaman hingga 17
meter. Daerah tailing ini kekurangan karbon organik dan gizi kunci
lainnya, dengan kapasitas menahan air yang sangat buruk.Kawasan ADA yang luas
yang telah mengalami kematian tumbuhan akibat tailing takkan pernah bisa
kembali ke komposisi species semula meski pembuangan tailing berhenti. Spesies
asli yang 13 bisa tumbuh kembali di tumpukan tailing tidaklah berguna bagi
masyarakat setempat, juga tidak bisa menggantikan keberagaman spesies asli yang
dulunya hidup di wilayah rimba asli dan hutan hujan bersungai dalam ADA yang
telah rusak.
·
Transparansi:
Freeport-Rio Tinto beroperasi tanpa tranparansi atau pemantauan peraturan yang
layak. Tak ada informasi atau diskusi publik tentang pengelolaan saat ini dan
masa depan di tambang. Juga tak ada pembahasan mengenai alternatif pengelolaan
limbah dan rencana proses penutupan tambang. Terlepas dari keharusan legal
untuk menyediakan akses publik terhadap informasi terkait lingkungan,
perusahaan belum pernah mengumumkan dokumen-dokumen pentingnya, termasuk ERA.
Freeport-Rio Tinto juga tak pernah mengumumkan laporan audit eksternal
independen sejak 1999. Dengan demikian perusahaan melanggar persyaratan ijin
lingkungan.ERA yang dihasilkan meremehkan risiko lingkungan yang penting, gagal
memberi pilihan untuk mengurangi dampak pembuangan limbah, serta independensi
dari para pengkaji ERA pun patut dipertanyakan.
Jenis
pelanggaran yang dilakukan PT Freeport adalah pelanggaran hukum dan
HAM. Pencemaran lingkungan di sekitar lingkungan pertambangan
seperti, matinya Sungai Aijkwa, Aghawagon dan Otomona, tumpukan batuan
limbah tambang dan tailing yang jika ditotal mencapai 840.000 ton dan matinya
ekosistem di sekitar lokasi pertambangan. Pelanggaran HAM seperti pemiskinan
rakyat sekitar tambang.
E.
PELAKU
DAN CARA PEMERINTAH MENANGGAPI PELANGGARAN
Pelaku
dari pencemaran lingkungan dan pelanggaran HAM ini adalah PT Freeport itu
sendiri. Pemerintah sudah memberikan peraturan lingkungan kepada PT Freeport,
namun PT freeport telah gagal mematuhi permintaan pemerintah untuk memperbaiki
praktik pengelolaan limbah berbahaya terlepas rentang tahun yang panjang di
mana sejumlah temuan menunjukkan perusahaan telah melanggar peraturan
lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup tak kunjung menegakkan hukum karena
Freeport-Rio Tinto memiliki pengaruh politik dan keuangan yang kuat pada
pemerintah.
F.
DAMPAK
DARI PELANGGARAN PT. FREEPORT
Tailing sungai Freeport-Rio Tinto
akan merusak hutan bakau seluas 21 sampai 63 km2 akibat sedimentasi.
Kanal-kanal muara sudah tersumbat tailing dan dengan cepat menjadi sempit dan
dangkal. Kekeruhan air muara pun telah jauh melampaui standar yang diterapkan
di Australia, sehingga menghambat proses fotosintesa perairan.
Logam dari tailing menyebabkan
kontaminasi pada rantai makanan di Muara Ajkwa. Daerah yang dimasuki tailing
Freeport menunjukkan kandungan logam berbahaya yang secara signifikan lebih
tinggi dibanding dengan muara-muara terdekat yang tak terkena dampak dan
dijadikan acuan.Logam berbahaya tersebut adalah tembaga, arsenik, mangan,
timbal, perak dan seng.Satwa liar di daerah hutan bakau terpapar logam berat
karena mereka makan tanaman dan hewan tak bertulang belakang yang menyerap
logam berat dari endapan tailing, terutama tembaga.
Freeport sempat menyatakan bahwa
“Muara di hilir daerah pengendapan tailing kami adalah ekosistem yang
berfungsi dan beraneka ragam dengan ikan dan udang yang melimpah.” Berbanding
terbalik dengan kenyataan bahwa bagian luar Muara Ajkwa, termasuk daerah pantai
Laut Arafura, mengalami penurunan jumlah hewan yang hidup dasar laut
(bottom-dwelling animals) sebesar 40% hingga 70%.
Taman Nasional Lorenz yang
terdaftar sebagai Warisan Dunia wilayahnya mengelilingi daerah konsesi
Freeport. Untuk melayani kepentingan tambang, luas taman nasional telah
dikurangi. Kawasan pinus pada situs Warisan Dunia ini terkena dampak air tanah
yang sudah tercemar buangan limbah batuan yang mengandung asam dan tembaga dari
tailing Freeport-Rio Tinto. Sementara, kawasan pesisir situs Warisan Dunia ini
juga terkena dampak pengendapan tailing.Sekitar 250 juta ton tailing dialirkan
melalui Muara Ajkwa dan masuk ke Laut Arafura.
Tailing tambang pada akhirnya akan
meliputi 230 km2 daerah ADA, pada kedalaman hingga 17 meter. Daerah
tailing ini kekurangan karbon organik dan gizi kunci lainnya, dengan kapasitas
menahan air yang sangat buruk.Kawasan ADA yang luas yang telah mengalami
kematian tumbuhan akibat tailing takkan pernah bisa kembali ke komposisi species
semula meski pembuangan tailing berhenti. Spesies asli yang 13 bisa tumbuh
kembali di tumpukan tailing tidaklah berguna bagi masyarakat setempat, juga
tidak bisa menggantikan keberagaman spesies asli yang dulunya hidup di wilayah
rimba asli dan hutan hujan bersungai dalam ADA yang telah rusak.
Freeport-Rio Tinto beroperasi tanpa
tranparansi atau pemantauan peraturan yang layak. Tak ada informasi atau
diskusi publik tentang pengelolaan saat ini dan masa depan di tambang. Juga tak
ada pembahasan mengenai alternatif pengelolaan limbah dan rencana
proses penutupan tambang. Terlepas dari keharusan legal untuk menyediakan
akses publik terhadap informasi terkait lingkungan, perusahaan belum pernah
mengumumkan dokumen-dokumen pentingnya, termasuk ERA. Freeport-Rio Tinto juga
tak pernah mengumumkan laporan audit eksternal independen sejak 1999. Dengan
demikian perusahaan melanggar persyaratan ijin lingkungan.ERA yang dihasilkan
meremehkan risiko lingkungan yang penting, gagal memberi pilihan untuk
mengurangi dampak pembuangan limbah, serta independensi dari para pengkaji ERA
pun patut dipertanyakan.
G.
PENDAPAT
Menurut pendapat kami menggenai
pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Freeport ini sudah tidak manusiawi sekali.
Mulai dari pengerusakan alam, pencemaran lingkungan, hingga penelantaran para
buruh kecil. Semestinya menjaga lingkungan sekitar pertambangan adalah
kewajiban dari PT Freeport itu sendiri, karena PT Freeport telah memanfaatkan
isi perut bumi yang harusnya dilestarikan.
Pemerintah dan pengusaha asing
harusnya lebih menjaga dan memikirkan jangka panjang dalam mengambil aset
nusantara. Karena kalimantan sudah lama diketahui memiliki kekayaan tambang
yang banyak menjadi incaran para perusahaan asing.
Dalam
kasus ini PT. Freeport sudah melanggar prinsip kode etik akuntansi perusahaan diantaranya:
- Prinsip kepentingan publik:
Dalam melaksanakan bisnisnya PT. Freeport tidak
mempertimbangkan resiko yang akan terjadi terhadap lingkungan sekitar
penambangan sehingga mengakibatkan kerusakan lingkunyan yang merupakan
kepentingan umum penduduk Timika.
- 2 Prinsip Integritas:
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan
pemerintah, PT. Freeport harusnya mampu memenuhi tanggung jawab profesionalnya
sebagai penambang emas yang ada di Timika. PT. Freeport tidak transparan dalam
operasionalnya, serta tidak
- 3. Prinsip perilaku professional
PT
freeport telah gagal mematuhi permintaan pemerintah untuk memperbaiki praktik
pengelolaan limbah berbahaya terlepas rentang tahun yang panjang di mana
sejumlah temuan menunjukkan perusahaan telah melanggar peraturan lingkungan.
- 4. Prinsip standar teknis:
Selain beroperasi tanpa
tranparansi atau pemantauan peraturan yang layak, dalam kasus ini PT. Freeport juga telah melanggar aturan hukum dan HAM
tentang pencemaran lingkungan dan habitat hidup, bahwa setiap penambang harusnya
mampu bertanggung jawab atas lingkungan hidup yang ada disekitar daerah penambang,
dan melaksanaka aturan-aturan yang telah diatur oleh Kementrian Lingkungan
Hidup.
- 5 Prinsip kompetrensi dan kerahasiaan professional:
Dalam masalah penambangan pada PT. Freeport Kompetensi
dan kehati-hatian professional tidak ditunjukan sebagaimana mestinya, yaitu
dengan tidak transparansinya kegiatan operasional PT. Freeport yang
memungkinkan perusahaan memupuk keuntungannnya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA