Senin, 21 Februari 2011
Masalah Perekonomian Indonesia
MASALAH PEREKONOMIAN INDONESIA
PENGANGGURAN
Tingkat kemakmuran sebuah negara dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi penduduk negara tersebut. Semakin tinggi pendapatan perekonomian negara per kapita, dapat diindikasikan bahwa kehidupan rakyatnya semakin sejahtera. Indikasi melihat tinggi perekonomian dapat dilihat dari tingkat pendapatan masyarakatnya.
Namun jika terlihat pertumbuhan perekonomian negara begitu lamban dan tersendat-sendat, mestilah ada yang salah. Tingkat kesejahteraan rakyatnya belum meningkat dan bisa diindikasikan masih banyak yang menggantungkan hidup pada orang lain alias menjadi pengangguran. Tingkat pengangguran di Indonesia sangat tinggi.
Seseorang yang sudah bekerja, entah pada sebuah perusahaan entah bekerja mandiri dengan membuka usaha sendiri, tentulah memiliki penghasilan tiap bulannya. Penghasilan ini akan dilaporkan kepada negara melalui pembayaran pajak tiap tahunnya.
Dari jumlah pajak pendapatan yang ada, dapat diketahui pertumbuhan perekonomian sebuah negara. Jika pendapatannya masih rendah, berarti masih banyak rakyatnya bersikap apatis dengan tidak membuat bentuk usaha yang dapat meningkatkan taraf hidupnya.
Tingkat pengangguran di Indonesia memang masih terbilang tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari minimnya masyarakat yang telah lulus dari perguruan tinggi untuk membuka peluang usaha sendiri.
Rata-rata lulusan perguruan tinggi bangga dengan gelar sarjana yang disandangnya dengan memutuskan untuk mencari pekerjaan di perusahaan-perusahaan swasta, pemerintah dan instansi-instansi pendidikan. Kebanyakan cita-cita mereka hanyalah satu: menjadi Pegawai Negeri SIpil (PNS).
Menjadi PNS seolah-olah sudah jadi warisan budaya di masyarakat kita. Pandangan kebanyakan orang ialah PNS merupakan profesi yang menjanjikan dan makmur. Jelas saja makmur, toh menggantungkan hidup pada negara dengan tiap bulan diberi gaji yang tetap nominalnya meskipun tak gigih bekerja. Terlebih di desa-desa atau daerah, orang yang bergelar PNS dianggap seolah-olah sebagai pejabat tingkat desa, disegani, dihormati, dan disanjung.
Pandangan seperti itu menyebabkan masyarakat kita berbondong-bondong mengikuti seleksi penerimaan PNS. Setiap tes seleksi penerimaan PNS selalu penuh dengan penggemar yang setia setiap tahunnya mengikuti tes tanpa letih. Padahal, banyak pula di antara mereka yang masih menganggur dan tetap menunggu tes berikutnya tanpa melakukan usaha lainnya guna mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia secara signifikan.
Pengangguran di Indonesia meningkat pula dengan semakin berkurangnya lapangan pekerjaan bagi mereka yang hanya mendapat pendidikan sampai jenjang sekolah lanjutan atas. Perkembangan zaman yang semakin membutuhkan tenaga ahli di berbagai bidang sesuai spesifikasi keilmuan, menyebabkan para lulusan sekolah lanjutan atas hanya bisa menjadi pegawai toko, buruh pabrik, atau tenaga kebersihan di sebuah perusahaan.
Semakin banyaknya masyarakat yang menyekolahkan anaknya ke jenjang sekolah kejuruan (SMK), membuat lulusan tingkat sekolah lanjutan atas ini memiliki kompetensi. Mereka tak hanya mampu bekerja di berbagai instansi dengan jabatan yang lebih tinggi, namun dapat pula membuka usaha sendiri sebab memiliki keahlian di satu bidang.
Banyaknya lulusan SMK dapat mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia sebab lulusannya memang disiapkan untuk langsung kerja. Untuk dapat mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia, memang tidak harus menggantungkan hidup hanya dengan menjadi pegawai di sebuah perusahaan. Membuat usaha sendiri adalah solusi yang sangat baik dan efektif untuk mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia. Terlebih bagi mereka yang menyandang gelar sarjana . Sudah sepatutnya bisa membuka peluang usaha sendiri berbekal ilmu yang dipelajarinya selama kurun waktu empat hingga lima tahun.
KEMISKINAN
Kemiskinan merupakan masalah multidimensi dan lintas sector yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain: tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender, dan kondisi lingkungan.
Sampai saat ini jumlah penduduk miskin di Indonesia masih besar. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2005 sebesar 35,1 juta jiwa atau 15,97 persen. Kondisi ini memburuk, pada tahun 2006, jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 39,3 juta jiwa atau 17,75 persen. Salah satu penyebab meningkatnya jumlah penduduk miskin pada tahun 2006 adalah tingginya tingkat inflasi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Namun, berangsur-angsur kondisi ini terus membaik. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta atau 15,42 persen. Jumlah penduduk miskin tersebut sudah berkurang sebesar 2,21 juta dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2007 yang berjumlah 37,17 juta atau 16,58 persen. Meskipun secara persentase telah terjadi penurunan, jumlah penduduk miskin yang ada masih harus terus diturunkan.
Sehubungan dengan itu, diperlukan kerja keras untuk menanggulangi kemiskinan yang menjadi tanggung jawab bersama, baik instansi pemerintah pusat dan daerah, instansi swasta maupun masyarakat pada umumnya.
Masalah kemiskinan
Jumlah penduduk miskin yang masih cukup besar dan permasalahan kemiskinan yang kompleks dan luas menuntut penanganan yang komprehensif dan berkelanjutan dalam menurunkan jumlah penduduk miskin. Faktor lain yang masih memperlambat pencapaian penurunan kemiskinan sebagai berikut:
1. Belum meratanya program pembangunan, khususnya di perdesaan, luar Pulau Jawa, daerah terpencil, dan daerah perbatasan. Sekitar 63,5 persen penduduk miskin hidup di daerah perdesaan. Secara persentase terhadap jumlah penduduk di daerah tersebut, kemiskinan di luar Pulau Jawa termasuk Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua juga lebih tinggi dibandingkan di Pulau Jawa. Oleh karena itu, upaya penanganan kemiskinan seharusnya lebih difokuskan di daerah-daerah tersebut.
2. Masih terbatasnya akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar.
3. Masih besarnya jumlah penduduk yang rentan untuk jatuh miskin, baik karena guncangan ekonomi, bencana alam, dan juga akibat kurangnya akses terhadap pelayanan dasar dan sosial. Hal ini menjadi permasalahan krusial yang harus dihadapi dalam penanganan kemiskinan. Pada saat ini masih terdapat 3,8 juta jiwa korban bencana alam, 2,5 juta jiwa orang cacat, 2,8 juta anak terlantar, 145 ribu anak jalanan, 1,5 juta penduduk lanjut usia, 64 ribu gelandangan dan pengemis, serta 66 ribu tuna susila yang membutuhkan bantuan dan jaminan sosial.
4. Kondisi kemiskinan sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga kebutuhan pokok. Fluktuasi ini berdampak besar pada daya beli masyarakat miskin. Sehubungan dengan itu, upaya penanggulangan kemiskinan melalui stabilisasi harga kebutuhan pokok harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu. Hal ini bertujuan agar penanggulangan kemiskinan, baik di perdesaan maupun perkotaan dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
permasalah nya cuma dua aja ya mbak????
BalasHapusgk da yang lain kah????
hehehhee. . .mohon bantuan nya???