Minggu, 29 April 2012

RENCANA KENAIKAN BBM DILIHAT DARI UU PERLINDUNGAN KONSUMEN



Tugas 5
RENCANA KENAIKAN BBM
DILIHAT DARI UU PERLINDUNGAN KONSUMEN

    Jakarta Upaya penolakan terhadap rencana pemerintah menaikkan harga BBM terus diupayakan berbagai pihak. Salah satunya adalah upaya dari Serikat Pengacara Rakyat (SPR) yang akan membawa masalah ini ke Mahkamah Konstitusi.
    "Sebagai organisasi yang punya komitmen turut memperjuangkan kesejahteraan rakyat, SPR akan menempuh upaya hukum demi membatalkan kenaikan harga BBM tersebut. Upaya hukum yang paling tepat adalah dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi," ujar Juru Bicara, Habiburokhman, dalam rilis yang diterima redaksi, Selasa (27/3/2012).
    Habiburokhman menjelaskan, kenaikan harga BBM harus didahului dengan perubahan pada pasal 7 ayat (6) UU APBN yang menerangkan 'Harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan'. Jika pasal 7 ayat (6) tersebut diubah, maka UU yang baru tersebut akan diuji materi di Mahkamah Konstitusi untuk kemudian dibatalkan.
    "Kami berharap agar MK bisa bersikap arif dan melihat secara jelas bahwa kenaikan BBM benar-benar sesuatu yang bertentangan dengan konstitusi dan menghambat hak konstitusi rakyat untuk hidup sejahtera," jelas Habiburokhman.
    Menurut Habiburokhman, perubahan pasal 7 ayat (6) UU APBN yang memungkinkan dinaikkannnya harga BBM di tahun 2012 jelas melanggar pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi 'Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak' dan Pasal 28 H ayat 1 UUD 1945 'setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan'.

"Program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang diklaim sebagai bentuk pengalihan subsidi menurut kami sangat tidak tepat," tandasnya.

Jika dicermati, keputusan untuk menaikkan harga BBM sebetulnya bukan hanya terkait dengan membengkaknya defisit APBN sehingga berpotensi melewati ambang batas 3 persen sebagaimana yang digariskan undang-undang. Hakekat persoalannya bukan itu. Tapi, beban subsidi yang sejatinya telah menguras APBN sehingga berdampak pada terbatasnya anggaran yang bisa dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, mendanai program-program pengentasan kemiskinan (jaring-jaring pengaman sosial/social safety nets), subsidi kesehatan dan pendidikan, serta program-program pemerintah yang berpihak pada kalangan tak mampu lainnya.
    Yang menikmati subsidi BBM sejatinya adalah penduduk perkotaan, bukan penduduk perdesaan. Padahal, data BPS menunjukkan, sebagian besar penduduk miskin terdapat di daerah perdesaan. Pada September 2011 lalu, misalnya, BPS melaporkan bahwa dari 29,89 juta penduduk miskin, sebanyak 63,4 persen di antaranya tinggal di daerah perdesaan. Mudah untuk diduga, sebagian besar mereka berasal dari rumah tangga yang tidak memiliki kendaraan bermotor: sepeda motor, apalagi mobil.
    Karenanya, dalam perspektif jangka panjang, harga BBM harus dinaikkan. Bahkan, subsidi BBM sejatinya harus dicabut. Jika negeri ini tidak ingin dipusingkan dengan harga BBM, satu-satunya solusi adalah meninggalkan BBM dan beralih ke sumber energi lain, misalnya, listrik, air, gas, dan batu bara. Jika demikian, konsekwensinya harus ada program terkait pengembangan sumber energi alternatif. Namun, persoalannya kemudian, bagaimana membiaya program-program itu jika dana yang tersedia sangat terbatas karena sebagian besarnya habis digunakan untuk membiayayai subsidi BBM?
Sejatinya untuk rakyat
    Alasan yang selalu disampaikan oleh mereka yang menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM adalah soal dampaknya yang akan memicu inflasi dan memukul telak daya beli masyarakat kecil. Jumlah penduduk miskin dikhawatirkan akan melonjak dan kondisi kemiskinan yang terjadi bakal semakin parah dan dalam. Semua itu memang keniscayaan yang tidak bisa dimungkiri jika harga BBM jadi dinaikkan. Tapi, bukan berarti Pemerintah tinggal diam. Terkait perlindungan terhadap daya beli masyarakat kecil yang terkena dampak, misalnya, pemerintah telah menyiapkan dana kompensasi sebesar Rp25 triliun yang akan diberikan kepada sekitar 18,5 juta rumah tangga miskin dan hampir miskin melalui program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) jika harga BBM jadi dinaikkan.
    Selain itu, terkait dampak inflasi yang terjadi, sebetulnya bakal lebih dirasakan oleh penduduk perkotaan, bukan penduduk perdesaan. Karena sejatinya, inflasi merepresentasikan perkembangan harga-harga barang dan jasa di daerah perkotaan, bukan di daerah perdesaan. Para petani dan nelayan yang dalam menjalankan kegiatan usahanya memakai BBM memang akan terkena dampak langsung jika harga BBM jadi dinaikkan. Namun sekali lagi, pemerintah tidak tinggal diam. Langkah protektif terkait hal ini telah disiapkan.
    Sekilas, Pemerintah memang terkesan mendzolimi mereka–rakyat kecil–jika menaikkan harga BBM. Tetapi, sejatinya tidaklah demikian. Rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM sebetulnya juga untuk rakyat. Dengan menaikkan harga BBM (mengurangi subsidi), ada banyak dana yang bisa dianggarkan pemerintah untuk membiayayai program-program pengentasan kemiskinan dan pembangunanan infrastruktur untuk menunjung berbagai aktivitas ekonomi yang pada akhirnya dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi, menigkatkan penciptaan  lapangan kerja, dan menigkatkan daya beli penduduk. Dana yang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur pendidikan dan kesehatan juga dapat ditingkatkan, begitu pula dengan subsidi kesehatan dan pendidikan. Dengan demikian, tingkat kapabilitas penduduk dapat ditingkatkan secara berarti.
    Kunci untuk memacu IPM adalah mendongkrak skor komponen-komponen penyusun IPM itu sendiri: tingkat pendikan dan kesehatan serta kemampuan daya beli. Lantas, bagaimana caranya negeri ini bisa memacu skor IPM-nya? Jika sebagian besar dana APBN justru digunakan untuk membiayayai subsidi BBM yang kenyataannya tidak tepat sasaran itu, ketimbang membiayayai pembangunan infrastruktur, subsidi pendidikan dan kesehatan, serta berbagai program yang bertalian langsung dengan peningkatan kapabilitas dan kemampuan daya beli penduduk lainnya.
    Jika mencermati perkembangan harga minyak mentah dunia belakangan ini, dengan disahkannya pasal 7 ayat 6a, harga BBM hampir dipastikan bakal tetap naik dalam beberapa bulan ke depan. Karenanya, keputusan yang dihasilkan melalui ‘drama’ sidang paripurna yang berlangsung alot itu sejatinya adalah penundaan terhadap rencana kenaikan harga BBM. Dengan lain perkataan, tinggal menunggu waktu, harga BBM dipastikan bakal tetap naik dalam beberapa bulan ke depan. Semoga kita bisa memakluminya. (*)
Sumber:
http://news.detik.com/read/2012/03/28/030104/1878360/10/rencana-kenaikan-harga-bbm-dibawa-ke-mk
http://hukum.kompasiana.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar